Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Republik Indonesia
|
|
Menteri
|
|
Situs web
|
|
Kementerian
Kelautan dan Perikanan disingkat KKP (dahulu
bernama Departemen Eksplorasi Laut (26 Oktober-1 Desember 1999)
disingkat DEL; Departemen Eksplorasi Lautdan Perikanan (1 Desember 1999-23
Nopember 2000) disingkat DELP; dan Departemen
Kelautan dan Perikanan (23
Nopember 2000-3 November 2009),
disingkat DKP)[1] adalah kementerian
dalam Pemerintah Indonesia yang membidangi urusan kelautan
dan perikanan. Kementerian Kelautan dan Perikanan
dipimpin oleh seorang Menteri
Kelautan dan Perikanan yang pertama kali dijabat oleh Sarwono Kusumaatmadja
dan sekarang dijabat oleh Sharif Cicip Sutarjo.
Sejarah Kelembagaan Kelautan Indonesia
Masa penjajahan Belanda hingga awal kemerdekaan
Periode
1850-1966 adalah periode pelembagaan institusi-institusi yang menangani urusan
masyarakat bagi pemapanan penjajahan Belanda atas negeri Indonesia. Begitu pula
halnya dengan urusan-urusan masyarakat pantai yang menyandarkan kegiatan
ekonomi pada bidang kelautan. Pengembangan kelautan dimulai pada 1911 dengan
dibentuknya Bugerlijk Openbare Werken yang berubah menjadi Departemen Verkeer
en Waterstaat pada 1931. Kurun waktu hingga kemerdekaan tercapai, merupakan
fase pasang surut pertumbuhan organisasi kelautan dalam struktur pemerintahan
kolonial maupun Republik Indonesia merdeka. Unit-unit warisan kolonial Belanda
inilah yang menjadi cikal bakal pembentukan kementerian yang mengelola aspek
kelautan pada masa sekarang.
Lembaga yang
menangani kegiatan-kegiatan perikanan semasa pemerintahan kolonial Belanda
masih berada dalam lingkup Departemen van Landbouw, Nijverheid en handel yang
kemudian berubah menjadi Departemen van Ekonomische Zaken. Kegiatan-kegiatan
perikanan masa itu digolongkan sebagai kegiatan pertanian. Meski demikian,
terdapat suatu organisasi khusus yang mengurusi kegiatan perikanan laut di
bawah Departemen van Ekonomische Zaken. Organisasi tersebut adalah
Onderafdeling Zee Visserij dari Afdeling Cooperatie en Binnenlandsche Handel.
Sedangkan untuk menyediakan kegiatan penelitian dan pengembangan perikanan laut
terdapat suatu institut penelitian pemerintah kolonial yang bernama Institut
voor de Zee Visserij. Pada masa ini juga telah ditetapkan UU Ordonansi tentang
batas laut Hindia Belanda melalui Territoriale Zee en Maritieme Kringen
Ordonantie 1939, yang menetapkan bahwa lebar laut wilayah Hindia Belanda
ditetapkan pada masing-masing pulau sampai sejauh 3 mil.
Semasa
pendudukan Jepang 1942-1945, Departemen van Ekonomische Zaken berubah nama menjadi
Gunseikanbu Sangyogu. Fungsi dan tugas departemen ini tidak berubah dari
fungsinya di zaman kolonial. Begitu pula halnya dengan lembaga penelitian dan
pengembangan, meski berubah nama menjadi Kaiyoo Gyogyo Kenkyuzo dan berpusat di
Jakarta tidak mengalami perubahan fungsi. Bahkan, UU tentang batas laut pun
tidak mengalami perubahan. Namun yang perlu dicatat justru adalah pada masa
pendudukan Jepang ini terjadi perluasan lembaga-lembaga perikanan pemerintah.
Pada masa ini, di daerah-daerah dibentuk jawatan penerangan perikanan yang
disebut Suisan Shidozo. Di samping itu, pada masa ini terjadi penyatuan
perikanan darat dengan perikanan laut, walaupun tetap dimasukkan dalam kegiatan
pertanian.
Masa awal kemerdekaan sampai orde lama
Setelah
proklamasi kemerdekaan nasional, pada kabinet presidensial pertama, pemerintah
membentuk Kementerian Kemakmuran Rakyat dengan menterinya Mr. Syafruddin
Prawiranegara. Pada kementerian ini dibentuk Jawatan Perikanan yang mengurusi
kegiatan-kegiatan perikanan darat dan laut. Semenjak kabinet pertama terbentuk
pada 2 September 1945 hingga terbentuknya kabinet parlementer ketiga pada 3
Juli 1947, Jawatan Perikanan tetap berada di bawah Koordinator Pertanian, di
samping Koordinator Perdagangan dan Koordinator Perindustrian dalam Kementerian
Kemakmuran Rakyat. Meskipun kemudian Kementerian Kemakmuran Rakyat mengalami
perubahan struktur organisasi akibat agresi militer Belanda I dan II serta
perpindahan ibukota negara ke Yogyakarta, jawatan perikanan tetap menjadi
subordinat pertanian. Pada masa itu, tepatnya 1 Januari 1948, Kementerian
Kemakmuran Rakyat mengalami restrukturisasi dengan menghapus
koordinator-koordinator. Sebagai gantinya, ditunjuk lima pegawai tinggi di
bawah menteri, yakni Pegawai Tinggi Urusan Perdagangan, Urusan Pertanian dan
Kehewanan, Urusan Perkebunan dan Kehutanan, serta Urusan Pendidikan. Jawatan
Perikanan menjadi bagian dari Urusan Pertanian dan Kehewanan.
Pada masa
pengakuan Kedaulatan RI 27 Desember 1949, Kementerian Kemakmuran Rakyat
kemudian dipecah menjadi dua kementerian, yaitu Kementerian Pertanian dan
Kementerian Perdagangan dan Perindustrian. Pada masa itulah Jawatan Perikanan
masuk ke dalam Kementerian Pertanian. Kementerian Pertanian pada 17 Maret 1951
mengalami perubahan susunan, yakni penunjukan 3 koordinator yang menangani
masalah Pertanian, Perkebunan dan Kehewanan. Di bawah Koordinator Pertanian,
dibentuk Jawatan Pertanian Rakyat. Jawatan Perikanan pada masa itu telah
berkembang menjadi Jawatan Perikanan Laut, Kantor Perikanan Darat, Balai Penyelidikan
Perikanan Darat, dan Yayasan Perikanan Laut. Kesemua jawatan tersebut berada di
bawah Jawatan Pertanian Rakyat. Struktur ini tidak bertahan lama. Pada 9 April
1957, susunan Kementrian Pertanian mengalami perubahan lagi dengan dibentuknya
Direktorat Perikanan dan di bawah direktorat tersebut jawatan-jawatan perikanan
dikoordinasikan.
Jatuh bangunnya
kabinet semasa pemerintahan parlementer mengakibatkan Presiden Soekarno
menganggap bahwa sistem parlementer tidak cocok dengan kepribadian bangsa Indonesia.
Pada 5 Juli 1957, presiden mengeluarkan dekret untuk kembali pada UUD 1945.
Istilah kementerian pada masa sebelum dekrit berubah menjadi departemen dan
posisi istilah direktorat kembali menjadi jawatan. Pada 1962, terjadi
penggabungan Departemen Pertanian dan Departemen Agraria dan istilah direktorat
digunakan kembali. Pada masa kabinet presidensial paska dekret, Direktorat
Perikanan telah mengalami perkembangan menjadi beberapa jawatan, yakni Jawatan
Perikanan Darat, Perikanan Laut, Lembaga Penelitian Perikanan Laut, Lembaga
Penelitian Perikanan Darat, Lembaga Pendidikan Usaha Perikanan dan BPU
Perikani.
Kondisi politik
dan keamanan yang belum stabil mengakibatkan pemerintah merombak kembali
susunan kabinet dan terbentuklah Kabinet Dwikora pada 1964. Pada Kabinet Dwikora
ini, Departemen Pertanian mengalami dekonstruksi menjadi 5 buah departemen dan
pada kabinet ini terbentuk Departemen Perikanan Darat/Laut di bawah Kompartemen
Pertanian dan Agraria. Pembentukan Departemen Perikanan Darat/Laut merupakan
respon pemerintah atas hasil Musyawarah Nelayan I yang menghasilkan rekomendasi
perlunya departemen khusus yang menangani pemikiran dan pengurusan usaha
meningkatkan pembangunan perikanan. Melalui pembentukan Kabinet Dwikora yang
Disempurnakan, Departemen Perikanan Darat/Laut tidak lagi di bawah Kompartemen
Pertanian dan Agraria melainkan mengalami reposisi dan bernaung di bawah
Kompartemen Maritim. Di bawah Kompartemen baru, departemen tersebut mengalami
perubahan nama menjadi Departemen Perikanan dan Pengelolaan Kekayaan Laut.
Keadaan ini tidak berlangsung lama, pada 1965 terjadi pemberontakan Gerakan 30 September
dan Kabinet Dwikora diganti dengan Kabinet Ampera I pada 1966.
Masa Reformasi
Sejak era
reformasi bergulir di tengah percaturan politik Indonesia, sejak itu pula
perubahan kehidupan mendasar berkembang di hampir seluruh kehidupan berbangsa
dan bernegara. Seperti merebaknya beragam krisis yang melanda Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Salah satunya adalah berkaitan dengan Orientasi Pembangunan.
Di masa Orde Baru, orientasi pembangunan masih terkonsentrasi pada wilayah
daratan.[2]
Sektor kelautan
dapat dikatakan hampir tak tersentuh, meski kenyataannya sumber daya kelautan
dan perikanan yang dimiliki oleh Indonesia sangat beragam, baik jenis dan
potensinya. Potensi sumber daya tersebut terdiri dari sumber daya yang dapat
diperbaharui, seperti sumber daya perikanan, baik perikanan tangkap maupun
budidaya laut dan pantai, energi non konvensional dan energi serta sumber daya
yang tidak dapat diperbaharui seperti sumber daya minyak dan gas bumi dan
berbagai jenis mineral. Selain dua jenis sumber daya tersebut, juga terdapat
berbagai macam jasa lingkungan lautan yang dapat dikembangkan untuk pembangunan
kelautan dan perikanan seperti pariwisata bahari, industri maritim, jasa
angkutan dan sebagainya. Tentunya inilah yang mendasari Presiden Abdurrahman Wahid dengan Keputusan Presiden
No.355/M Tahun 1999 tanggal 26 Oktober 1999 dalam Kabinet Periode 1999-2004
mengangkat Ir.
Sarwono Kusumaatmaja sebagai Menteri Eksplorasi Laut.
Selanjutnya
pengangkatan tersebut diikuti dengan pembentukan Departemen Eksplorasi Laut
(DEL) beserta rincian tugas dan fungsinya melalui Keputusan Presiden Nomor 136
Tahun 1999 tanggal 10 November 1999 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan
Organisasi, dan Tata Kerja Departemen. Ternyata penggunaan nomenklatur DEL
tidak berlangsung lama karena berdasarkan usulan DPR dan berbagai pihak, telah dilakukan
perubahan penyebutan dari Menteri Eksplorasi Laut menjadi Menteri Eksplorasi
Laut dan Perikanan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 145 Tahun 1999 tanggal
1 Desember 1999. Perubahan ini ditindaklanjuti dengan penggantian nomenklatur
DEL menjadi Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan (DELP) melalui Keputusan
Presiden Nomor 147 Tahun 1999 tanggal 1 Desember 1999.
Dalam
perkembangan selanjutnya, telah terjadi perombakan susunan kabinet setelah
Sidang Tahunan MPR tahun 2000, dan terjadi perubahan nomenklatur DELP menjadi
Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) sesuai Keputusan Presiden Nomor 165
Tahun 2000 tanggal 23 November 2000 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Wewenang,
Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Departemen.
Kemudian
berubah menjadi Kementerian Kelautan dan Perikanan sesuai dengan Peraturan
Presiden No. 47 tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian
Negara, maka Nomenklatur Departemen Kelautan dan Perikanan menjadi Kementerian
Kelautan dan Perikanan, sedangkan struktur organisasi pada Kementerian Kelautan
dan Perikanan tidak mengalami perubahan.
Struktur Organisasi
Saat berupa Departemen
Dalam rangka
menindaklanjuti Keputusan Presiden Nomor 165 Tahun 2000, pada November 2000
telah dilakukan penyempurnaan organisasi DKP. Pada akhir tahun 2000,
diterbitkan Keputusan Presiden Nomor 177 Tahun 2000 tentang Susunan Organisasi
dan Tugas Departemen, di mana organisasi DKP yang baru menjadi:
- Menteri Kelautan dan Perikanan
- Sekretaris Jenderal
- Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap
- Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya
- Direktorat Jenderal Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan
- Direktorat Jenderal Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Pemasaran
- Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
- Inspektorat Jenderal
- Badan Riset Kelautan dan Perikanan
- Staf Ahli
Saat berstatus Kementerian
Sesuai dengan
Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Kementrian Negara Republik Indonesia, sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Preaturan Presiden Nomor 94 Tahun 2006, maka
struktur organisasi KKP menjadi:
- Menteri Kelautan dan Perikanan
- Sekretaris Jenderal
- Inspektorat Jenderal
- Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap
- Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya
- Direktorat Jenderal Pengawasan & Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan
- Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan
- Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
- Badan Riset Kelautan dan Perikanan
- Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Kelautan dan Perikanan
- Staf Ahli
Alasan pembentukan kementerian
Tebentuknya
Kementrian Kelautan dan Perikanan pada dasarnya merupakan sebuah tantangan,
sekaligus peluang bagi pengembangan sektor kelautan dan perikanan Indonesia.
Artinya, bagaimana KKP ini menempatkan sektor kelautan dan perikanan sebagai
salah satu sektor andalan yang mampu mengantarkan Bangsa Indonesia keluar dari
krisis ekonomi yang berkepanjangan. Setidaknya ada beberapa alasan pokok yang
mendasarinya:
- Pertama, Indonesia sebagai negara kepulauan dengan jumlah pulau 17.508 dan garis pantai sepanjang 81.000 km tidak hanya sebagai negara kepulauan terbesar di dunia tetapi juga menyimpan kekayaan sumberdaya alam laut yang besar dan belum dimanfaatkan secara optimal.
- Kedua, selama beberapa dasawarsa, orientasi pembangunan negara ini lebih mangarah ke darat, mengakibatkan sumberdaya daratan terkuras. Oleh karena itu wajar jika sumberdaya laut dan perikanan tumbuh ke depan.
- Ketiga, dikaitkan dengan laju pertumbuhan penduduk serta meningkatnya kesadaran manusia terhadap arti penting produk perikanan dan kelautan bagi kesehatan dan kecerdasan manusia, sangat diyakini masih dapat meningkatkan produk perikanan dan kelautan pada masa datang. Keempat, kawasan pesisir dan lautan yang dinamis tidak hanya memiliki potensi sumberdaya, tetapi juga memiliki potensi bagi pengembangan berbagai aktivitas pembangunan yang bersifat ekstrasi seperti industri, pemukiman, konservasi dan lain sebagainya.
Sumber : wikipedia
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !